Bismillahirrahmanirrahim
Kali ini saya akan menulis mengenai cinta. Banyak sekali definisi-definisi
cinta didunia ini,serta berbagai ungkapan cinta. Nah, kadang kita mendengar
istilah “Aku mencintaimu karena Allah, istriku”. Dalam kitab Ihya dituliskan bahwa, saling mencintai
karena Allah SWT dan menganggap seseorang sebagai saudara karena agamanya
adalah sebaik-baik hubungan persaudaraan.
Ada seseorang yang mencintai orang lain karena fisiknya yang
cantik, ada pula karena saudaranya tersebut adalah media untuk mendapatkan
kepentingan duniawi/akhirat. Ada pula orang yang mencintai saudaranya tidak
untuk mencari kepentingan duniawi maupun akhirat, tetapi memang benar2
mencintainya karena dia adalah hamba Allah. Barangsiapa yang mencitai sesuatu
karena (demi kebaikan) saudaranya maka inilah yang disebut dengan persaudaraan
karena Allah SWT, sebagaimana yang dikatakan Majnun bin Amir dalam syairnya :
Aku melintasi rumah Laila, lalu
aku mencium dindingnya yang ini dan yang itu
Bukan rasa cinta kepada rumah itu
yang menggelayuti hatiku, tetapi rasa cinta kepada penghuninyalah yang membuatku
berbuat seperti itu
Seperti itulah gambaran rasa cinta kita kepada Allah melalui hambaNya. Sebagaimana kita
diperintahkan untukmencintai karena Allah. Barangsiapa mencintai seseorang
karena ia adalah kekasih Allah dan taat kepadaNya, maka ia pun harus membenci musuhnya
karena mereka durhaka kepadaNya.
Jadi saat kita berbuat baik dan mencintai orang tua, suami, anak, sahabat, saudara dan tetangga, it'a because Allah. Dinukil juga dari sebuah cerita :
Suatu
ketika seorang Habaib dari Hadramaut ingin menunaikan ibadah haji dan
berziaroh ke kakeknya Rasulullah SAW. Beliau berangkat dengan diiringi
rombongan yang melepas kepergiannya. Seorang Sulton di Hadramaut,
kerabat Habib tersebut, menitipkan Al-Qur’an buatan tangan yang terkenal
keindahannya di jazirah arab pada saat itu untuk disampaikan kepada
raja Saudi.
Sesampai di Saudi, Habib tersebut
disambut hangat karena statusnya sebagai tamu negara. Setelah berhaji,
beliau ziarah ke makam Rasulullah. Karena tak kuasa menahan kerinduannya
kepada Rasulullah, beliau memeluk turbah Rasulullah. Beberapa pejabat
negara yang melihat hal tersebut mengingkari hal tersebut dan berusaha
mencegahnya sambil berkata, “Ini bid’ah dan dapat membawa kita kepada
syirik.” Dengan penuh adab, Habib tersebut menurut dan tak membantah
satu kata pun.
Beberapa hari kemudian, Habib tersebut diundang
ke jamuan makan malam raja Saudi. Pada kesempatan itu beliau menyerahkan
titipan hadiah Al Quran dari Sulton Hadramaut. Saking girang dan
dipenuhi rasa bangga, Raja Saudi mencium Al Qur’an tersebut!
Berkatalah sang Habib, “Jangan kau cium Qur’an tersebut… Itu dapat
membawa kita kepada syirik!” Sang raja menjawab, “Bukanlah Al Qur’an ini
yang kucium, akan tetapi aku menciumnya karena ini adalah KALAMULLAH!”
Habib berkata, “Begitu pula aku, ketika aku mencium turbah Rasulullah,
sesungguhnya Rasululullah-lah yang kucium! Sebagaimana seorang sahabat
(Ukasyah) ketika menciumi punggung Rasulullah, tak lain adalah karena
rasa cinta beliau kepada Rasulullah. Apakah itu syirik?!”
Tercengang sang raja tak mampu menjawab.